Whose Governance, Which Legitimacy? Myanmar’s Collective Agency in a Domineering Framework on the Rohingya Crisis

Isi Artikel Utama

Kevin Ali Sesarianto

Abstrak

Bulan Juli 2017 menjadi kali terakhir Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) diperbolehkan masuk ke Myanmar untuk melaporkan krisis Rohingya. Setelahnya, Myanmar melarang akses bagi PBB untuk ikut campur di dalam krisis Rohingya dalam kapasitas apa pun. Sebaliknya, Menteri Luar Negeri Indonesia justru disambut ketika membahas hal yang sama persis di Myanmar pada tahun 2017. Artikel ini melihat perbedaan perlakuan tersebut disebabkan oleh krisis legitimasi: Myanmar tidak menganggap sah intervensi PBB karena kerangka intervensi tersebut tidak memberikan agency bagi Myanmar. Artikel ini menggunakan konsep collective agency untuk memahami penolakan Myanmar terhadap kerangka intervensi PBB dalam krisis  Rohingya. Rasionalitas Myanmar – cara melihat segala sesuatu – dikucilkan bahkan dihapus oleh rasionalitas PBB yang internasionalis/kosmopolitan. Menggunakan label seperti ‘draconian’ dan ‘stagnan’, wacana PBB memaksa Myanmar untuk mengadopsi rasionalitas yang ‘kosmopolitan’. Sebaliknya, Indonesia datang dengan cara yang lebih sensitif terhadap rasionalitas Myanmar. Artikel ini menyimpulkan bahwa praktik eksklusionis PBB membuat kerangka intervensi tersebut kehilangan support-worthiness dari Myanmar.

Rincian Artikel

Bagian

Artikel Penelitian